Meminjam Ranciere,
pemuda adalah setiap mereka yang berada dalam posisi migrasi. Artinya ia adalah
entitas yang selalu berada di tapal batas. Kehadirannya menentukan,
ketiadaannya membuat pincang satu generasi.
Dalam kesejarahannya kaum
muda adalah mereka yang mengutarakan cinta. Bermodal itu ia ucapkan
kalimat-kalimat penolakan pada penjajahan, pada kerja paksa dan
kesewenang-wenangan. Sumpah pemuda 1928 menjadi monumennya.
Pemuda adalah mereka
yang bergelora. Semangatnya meluap melimpasi tanggul-tanggul tinggi yang tak
mampu dilampaui kesadaran jamannya. Proklamasi kemerdekaan 1945 momennya.
Pemuda adalah nurani jamannya.
Itu kentara dalam peristiwa Tritura 1966. Keresahannya sanggup menunda hukum, kegelisahannya
mampu menerabas segala keterbatasan regulasi.
Kaum muda adalah simbol keberanian. Bermodalkan itu ia memukul jatuh tirani di Bulan Mei 1998.
Sejarah perubahan Indonesia
dengan demikian adalah sejarah pemuda. Di setiap momen penentuan masa depan, kaum
muda Indonesia selalu berhasil menunjukkan identitas sejatinya, yaitu sebagai messiah bagi bangsanya. Kaum muda adalah
pembawa api Prometheus, penerang semesta kesadaran manusia Indonesia.
Ia yang merasa, Ia yang
beripikir, Ia yang mencipta: trinitas itulah karakter yang-Muda dalam
kesejarahan Indonesia.
Meskipun puja puji pada
pemuda sanggup mencapai atap tinggi langit artikulasi, namun istilah “pemuda”
tinggal tetap sebagai kegagalan permanen—tak bisa dikutik-kutik. Sebab tak satu
pun simbolik sanggup mengefisensikannya. Tak satu pun definisi yang coba dilekatkan
padanya mampu menunjukkan secara akurat keluasan teritorial dan tapal batas signifier pemuda.
Pemuda dengan demikian tepatnya
adalah simbolik yang selalu berada dalam posisi menjadi—in the making. Pandangan ini mengacu pada kepastian hakiki bahwa Ia
selalu haus, selalu lapar, selalu kurang, mesti berbeda, selalu menginginkan
yang lain, hanya menggandrungi dunia yang diidamkannya, sophisticated, selalu berkehendak mencipta, selalu mengikuti
keindahan pikirannya sendiri; “selalu” itulah energinya sekaligus sublimitas otentik cacat
permanen pembawaannya.
Di titik ini penanda
pemuda selalu berada dalam keadaan terbuka untuk dimaknai secara independen
serta terpisah dari seluruh kuasa yang pernah memaknainya. Simbolik pemuda
dalam matriks logika ini serupa cawan yang penuh terisi, yang anehnya
ia selalu terasa mesti terus menerus diisi. Dalam konteks itulah Asosiasi
Pemuda Independen mendasarkan seluruh kediriannya. Bersama mereka yang berjiwa bebas mandiri, API bermaksud bahu membahu mengkonstruksi makna yang-Muda, bagi
Indonesia.
API sendiri serupa cawan bagi
jiwa-jiwa bebas itu. Cawan yang boleh diisi dan direguk oleh siapapun. Dengan
keyakinan pada kemajemukan, kebersamaan, pada ide, tindakan, kebebasan,
keterbukaan, kesetaraan, solidaritas dan integritas, API membuka dan memperkenalkan
diri.
Sebagai awalan, tanpa maksud
mendahului, dalam pandangan API yang-Muda adalah yang-Bersinar. Yang-Muda adalah mereka yang memberi jalan cahaya pada usaha penyejahteraan semua warga. Yang-Muda adalah mereka yang mengukuhi kebebasan, menjunjung tinggi otonomi diri tanpa abai pada dimensi terdalam dari solidaritas terhadap republik yang kita cintai. Yang-Muda dalam bayangan kami adalah mereka yang terlibat lalu melesat secepat seindah sebagaimana sifat cahaya.
Lantas, kira-kira apa dan bagaimana definisi yang-Muda dalam bayangan anda? Di titik ini kami serahkan sepenuhnya pendefinisian
itu kepada kaum muda sekalian. Kami percaya energi dari sinergi independensi, kebebasan, otonomi, kesetaraan, kecerdasan, solidaritas, integritas serta vitalitas temen-temen semua sanggup memupuk republik ini agar mampu tampil merekah kedalam indah.
Iwa Inzagi
Sekretaris Nasional Asosiasi Pemuda Independen