FORMASI ENERGI NKRI MASA DEPAN

Populasi dunia bertumbuh sementara cadangan energi terus-menerus menipis. Selain faktor ini, tekanan energi datang dari kebutuhan pertumbuhan ekonomi, aktivitas industri, kerusakan lingkungan dan stabilitas keamanan dunia. Aggregat dari jalin berkelindaannya berbagai elemen ini memunculkan drama tekanan energi yang besar dan rumit di seantero dunia.
Di level lokal, kerumitan yang ditimbulkan tekanan energi misalnya kentara tatkala pemerintah berencana merekalibrasi proporsi anggaran subsidi BBM di tahun 2012. Upaya ini nyatanya jauh dari populer dan mengalami kegagalan pahit, namun dengan satu dan lain cara berhasil kembali memantik wacana yang tertunda tentang perlunya menyusun ulang formasi landasan energi NKRI masa depan.
Jika kita coba ringkaskan, kisaran perdebatan publik dalam pencarian solusi jangka panjang permasalahan energi mengerucut pada isu diversifikasi. Hal ini sepenuhnya bertumpu pada kenyataan bahwa kita tidak mungkin lagi mengandalkan sumber daya fosil sebagai satu-satunya landasan energi di masa mendatang. Di titik inilah kita berjumpa dengan kebutuhan untuk mengidentifikasi elemen-elemen pembentuk landasan energi masa depan itu.

Secara garis besar, pencarian landasan energi ini akan merupakan kombinasi antara upaya mereduksi ketergantungan terhadap non-renewable energy dan usaha aktualisasi potensi produksi renewable energy. Hasil yang diharapkan adalah terproyeksikannya satu set komposisi mix energy yang reliabel.

Tulisan ini sendiri bekerja dalam satu keperluan, yaitu menemukan formasi energi NKRI masa depan, yang ditempuh melalui dua cara: (1) mengevaluasi kondisi energi terkini; dan (2) memproyeksikan komposisi pembentuk landasan energi masa depan tersebut.

FILSAFAT KEMISKINAN

Kemiskinan adalah problem kemanusiaan. Oleh karena itu sifat usaha pengentasannya pun dituntut bisa tampil dalam wajah humanis. Mengapa? Pertanyaan pendek itu tentu saja membutuhkan keterangan akademis panjang lebar. Tentang isi keterangan itu sendiri bisa jadi bersifat filosofis, padat dengan muatan teoritis serta ketat berpatokan pada valuasi sosiologis.

Secara cepat-cepat umumnya kita selalu tergesa-gesa menempelkan berbagai keterangan mengenai kemiskinan tanpa kehendak untuk pelan-pelan menelusuri akar pikirannya. Sebagai eksesnya kita kerap mengalami disorientasi pada apa yang sebenarnya sedang kita tangani, yaitu kemajuan dan keutamaan manusia itu sendiri. Oleh karena itu maka usaha pengenalan pada genus sekaligus rumpun morpologis dari kemiskinan secara mendasar harus juga sekalian menyasar pandangan-pandangan fundamental mengenai siapa itu manusianya. Merujuk keperluannya, pencarian akan hakikat manusia ini bertujuan menemukan komposisi peralatan paling memadai yang kompatibel dengan kecenderungan maupun dengan kebutuhan manusia dalam rangka meloloskan diri dari situasi kemiskinan. Peralatan tersebut ialah segala aspek instrumental non-manusiawi yang biasa disebut ‘sistem ekonomi politik’.

Pengkhianatan Industri Media [Catatan Pasca Pemilu 2014]


(I) Zaman keemasan kebebasan pers di Indonesia akan selalu berhutang budi pada kesuksesan Gerakan Reformasi 1998. Gerakan reformasi yang merupakan koreksi pada praktik kekuasaan Orde Baru yang etatis, sentralistis, dan penuh kerahasiaan itu rupa-rupanya sukses mengilhami kemunculan satu formasi semangat zaman yang baru. Semangat itu mucul dalam bentuk optimisme akan otonomi, keterbukaan dan kebebasan di berbagai bidang, termasuk di dalamnya optimisme pada kehidupan pers.

Praktik kehidupan pers yang bebas secara mendasar akan sulit dilepaskan dari realitas aktual kehidupan sipil politik di dalam suatu komunitas politik. Dengan menyatakan itu maka kehidupan pers sebenarnya merupakan salah satu ukuran bagi kurang atau berlebihnya kesadaran suatu negara-bangsa akan pentingnya hak sipil politik.