Kapitalisme Adalah Candu Itu Sendiri

Cover buku Slavoj Zizek
Prelude
"Luka hanya bisa disembuhkan melalui lembing yang menikamnya"

- Kutipan di atas pernah diselipkan Slavoj Zizek dalam bukunya yang berjudul "The sublime Object of Ideology".

Buku ini kelak membuat Zizek dijuluki sebagai Elvis Presley-nya para filsuf. Semacam Rock Star dalam bios politicos pemikiran modern. Namun, entah siapa yang mempunyai kepentingan dibalik penyematan julukan, yang somehow, begitu mendebarkan itu.

***
Interlude

I
Dulu sekali, jauh di masa lalu, saya pernah merasakan tramendum. Yaitu keterpesonaan impresionistik yang tiba-tiba menghunjam semesta persepsi sebagai akibat dari aktivitas membaca jalinan metafor filosofis di atas.

Citra persepsional yang tampil sebagai bentuk penerimaan mental atas hadirnya metafora itu pada gilirannya membawa ke kedalaman yang misterius, yang itu mungkin adalah kutukan orang yang berpikir. Disebut kutukan karena di dalamnya lebih banyak keresahan alih-alih perasaan tercerahkan.

Namun pagi ini segalanya sedikit menjadi lebih jelas pada bidang pengalaman persepsional saya. Dengan satu dan lain cara menjadikan kalimat bolak-balik yang paradoksal itu menjadi sedikit lebih terang, tidak sehitam sebelumnya. 

Tentu saja ada pergulatan pikiran di dalam prosesnya. Sama seumpama dialami semua rembulan yang habis-habisan melawan malam, dalam niat mengarungi ufuk pagi.

II
Ketika seseorang mencoba memproduksi makna baru, dan jika dia merasakan keberuntungan di akhir proses 'kutukan berpikir' itu, maka ia mungkin berhasil men-generate sebentuk persepsi baru yang membuat jalan pikirannya sedikit lebih terang dari keadaan sebelumnya. Namun, di dalam prosesnya ia harus berani melakukan eksperimen dan terbuka pada opsi-opsi baru dalam pikirannya sendiri, yang selama ini mungkin saja terhalang kabut tipis--kabut yang sudah tidak setebal sebelumnya. 

III
Opsi itu misalnya dengan cara memberikan proyeksi baru kepada objeknya. Dengan memberikan proyeksi yang baru pada objek perenungannya, maka sifat hasil yang dihasilkan oleh semesta persepsionalnya bisa jadi menjadi sangat-sangat berbeda. Proses ini saya kira sama persis seperti saat seorang alkemis bereksperimen dengan mengubah satu unsur dari satu formasi rumus kimia. Perubahan sekecil pada formulanya pasti menghasilkan sifat hasil yang benar-benar berbeda. Anda bisa mencobanya. Itu bersifat ekperimentatif.


***
Dengan metode yang sama, dengan satu dan lain cara, perubahan-perubahan pada obyek pemikiran akan mengubah semesta persepsional secara radikal.

 Itikad untuk merubah akan memicu lahirnya potensi konfigurasi persepsi yang baru. 

Adapun hasil dari satu set tindakan diskursif itu pasti akan men-generate satu formasi penalaran yang benar-benar baru, lengkap dengan konsekuensi-konsekuensi logisnya, yaitu sebagai alat ukur untuk menentukan kualitas fenomena. 

***

Here I recite those recited formula:
"Wound can only be healed by the spear that smoth you"

IV

Saya mencoba memasukkan 'kapitalisme' sebagai objek dari "Luka" itu. Dengan spekulasi itu maka:  

Spear (baca: lembing yang melukai) bagi luka yang disayatkan 'kapitalisme' hanya bisa disembuhkan dengan memahami kontradiksi-kontradiksi serta dengan cara mengenal tapal batas dan keterbatasan-keterbatasan naratif didalam DISKURSUS kapitalisme itu sendiri. Yaitu diskursus yang dirumuskan oleh perumusnya. Dengan istilah lain, dan dengan sedikit lompatan radikal yang saya buat itu maka:

"Kapitalisme tidak lebih dari sekedar mitos. Yaitu metafisika atas keadaan material yang tidak pernah utuh saat dikalimatisasi dalam proses diskursif. Adapun paradoks kapitalisme tak lain adalah segala hal yang tersisa dari praktik penandaan. 

"Kapitalisme mengidap paradoks. Tampil dalam dingin analisis atas obyek material aksen, yang dengan sengaja menyembunyikan aspek-aspek non-material aksen, yang (juga) turut membentuk satu formasi historis tertentu. Althusser adalah salah seorang dari yang telah mengkonfirmasi kesia-siaan Marx si pemuja base structure (baca: ekonomi) ini.  

"Kapitalisme adalah problematisasi yang dipaksakan. Kapitalisme dan seluruh konsekuensi filosofisnya, adalah langkah abstraksi yang maujud dalam rupa problematisasi yang dipaksakan universal. Universalitas kapital bersifat ilusif. 

Kapitalisme adalah luka problematisasi yang menghasilkan formasi solusi yang ringkih. Dengan kalimat lain, tidak akan ada keadilan sosial di dalam kepercayaan buta akan suatu konfigurasi masyarakat tanpa kelas. Formasi masyarakat tanpa kelas (ekonomi) adalah obsesi metafisis, dan kebebasan kaum proletar adalah bualan Marx si politisi. Di titik ini dialektika materialisme Marx tidak lebih dari sekedar lelucon filosofis.

Narasi kapitalisme adalah fondasi dari kritik palsu, yang ironisnya dijadikan dasar oleh semua (teoritisi: yang cemerlang maupun teoritisi tukang kecap) untuk menghantam musuh (yang juga) ilusif. 

Jika kita menerima semua ini, maka kapitalisme sebagai satu set logika perlawanan layak diumpamakan sebagai powerful sedative. Yaitu bius kolektif atau candu konseptual itu sendiri.

V
Hari-hari belakangan ini Zizek dianggap menemukan kembali (reinvent) tatanan logika kapitalisme Marx dalam praksis kehidupan terkini, dan menghujat kapitalisme sebagai means to domination of todays injustice. Ironisnya, bualan filosofis itu ia ucapkan dalam jalur filosofis Lacan. Secara samar-samar bualan itu ia bungkus dalam frasa "the sublime object of ideology". 

Namun Zizek tentu saja pintar, dalam arti secerdas pendahulunya dalam segala sisi, yaitu bahwa ia sepenuhnya menyadari 'kekeliruan-kekeliruan terbesarnya. Apa itu? Yaitu bahwa kapitalisme adalah objek yang tersublim dari yang paling sublime--misrecognisi.


Ada hal lain yang juga saya kira menyingkap satu hal yang sangat elemental dalam karya Zizek. Yaitu fakta bahwa Jacques Alain-Miller (yang tak lain dari menantu Jacques Lacan) pernah menolak Zizek. Saya kira tindakan Alain-Miller itu tepat, karena Lacan pun takkan sudi proyek filsafatnya dipergunakan kembali untuk menghadirkan agenda strukturalisme yang sama, cuma dibungkus dalam balutan diskursus yang agak beda. Lebih dalam dari itu Lacan memiliki agenda yang lebih luhur dari sekedar merepetisi materialisme yang dangkal.  


Dengan menyatakan itu, saya juga ingin mengamini sesuatu, yaitu bahwa Psikoanalisa, khususnya Psikoanalisa dalam jalur pemikiran Lacan, bisa menangani dilema-dilema paradoksal sekaligus macam-macam fantasi dalam agenda gelap materialisme-struktural, yang kita tahu dirintis Marx, diteruskan Zizek, dalam payung sponsorship yang sama.

Postlude
Lantas apa keuntungannya dengan berposisi semacam itu? Keuntungannya saya kira adalah bahwa kita memiliki potensialitas untuk bisa mengekstraks sesuatu yang baru, dimana di ujungnya kita bisa mengayunkan satu pukulan yang menghantam tepat ke sasaran kritiknya. Dengan usaha itu maka segala preskripsi tentang keadilan bisa kembali dilanjutkan, dan seluruh agenda keadilan yang sempat terbendung bisa kembali dialirkan.


Iwa Inzagi 
Pengagum Lacan

NB:
And if you please.. 
please send my regard to Davy Jones