Satu draft ttg etika distribusi wefare dalam rezim negara kesejahteraan republik indonesia
There is politics when there is a part of those who have no part [Politik ada jika terdapat bagian bagi mereka yg-bukan bagian].
Jacques Ranciere
Di titik ini yang-politis berupaya menemukan cara bagi mrk yang tersingkirkan untuk muncul dan masuk dalam hitungan.
Robertus Robet
Reasoningnya adalah, karena konsep social citizenship berhasil memasukkan setiap orang sebagai yang harus "dihitung" oleh negara. Ringkasnya, konsep ini beroperasi dalam dua level. Pertama dalam proses atribusi kedalam konsep warga. Kedua, penyetaraan melalui praktik distribusi welfare. Pada dua momen ini semua orang dipatenkan sebagai "bagian" tak terpisahkan dari negara.
Hal ini terjadi terutama ketika pemerintah melancarkan satu set tindakan eksperimentasi politik kesejahteraan, dalam bentuk produksi dan redistribusi well-being yang ditujukan bagi pemerataan kesejahteraan bagi semua orang.
Hal ini terjadi terutama ketika pemerintah melancarkan satu set tindakan eksperimentasi politik kesejahteraan, dalam bentuk produksi dan redistribusi well-being yang ditujukan bagi pemerataan kesejahteraan bagi semua orang.
Di titik ini kita bisa mengajukan Swedia sebagai contoh. Efek atribusi kedalam "warga" pada kategori produksi dan redistribusi welfare secara mencengangkan berhasil membuat semua orang mampu menikmati priviledge dari keanggotaan politiknya. Dalam rumusan yg lebih operasional, pengalaman Swedia ini misalnya bisa dituliskan kedalam formula: bahwa semua orang --lepas dari fakta bahwa dia miskin atau kaya, PNS ataupun wiraswasta, pria maupaun wanita, muda dan tua-- seluruhnya dianggap berhak dan dipastikan mendapatkan seluruh jaminan sosial yang diintroduksi negara.
Masih mengacu kedalam pengalaman Swedia, secara serempak dan dalam waktu yang bersamaan semua orang bisa menikmati hak-hak ekosob sembari tetap menikmati hak-hak sipil politiknya. Di titik ini, menjadi tak mengherankan jika umumnya intelektual kelas dunia menulis dalam kertas kerjanya -dan hampir semuanya dalam intonasi penuh kekaguman- bahwa Swedia adalah: The most universalist welfare state in the world.
Disini, jika dalam Rancierre yg-politis ditemukan di dalam the aesthetics, maka dalam kasus Swedia yg-politis ditemukan di dalam praktik produksi-distribusi welfare.
Kembali kepada Indonesia, secara hipotetis yg-politis potensial bisa ditemukan pasca diintroduksinya satu platform "Negara Kesejahteraan Republik Indonesia" atau visi kenegaraan baru yang difungsikan sebagai haluan simbolik untuk menavigasi satu rangkaian gerak penetratif ke arah NKRI yang berkesejahteraan dan berkesetaraan.
Dengan tawaran ini, Indonesia yg buram dan stagnan tidak lagi cuma bisa dihayati dalam nuansa yg pesimistik, melainkan juga memungkinkan untuk difahami dalam kategorinya Ranciere, yakni yang berada dalam posisi migrasi.
Meminjam istilahnya Badiou, NKRI yang ditempatkan dalam posisi migrasi Rancierre ialah NKRI yang tengah berada di dalam keadaan menjadi; NKRI yg selalu berada dalam posisi in the making, dengan kita semua sebagai aktor-aktor yang telibat penuh dalam rekayasa perubahannya.
NKRI adalah something else is possible.
Masih mengacu kedalam pengalaman Swedia, secara serempak dan dalam waktu yang bersamaan semua orang bisa menikmati hak-hak ekosob sembari tetap menikmati hak-hak sipil politiknya. Di titik ini, menjadi tak mengherankan jika umumnya intelektual kelas dunia menulis dalam kertas kerjanya -dan hampir semuanya dalam intonasi penuh kekaguman- bahwa Swedia adalah: The most universalist welfare state in the world.
Disini, jika dalam Rancierre yg-politis ditemukan di dalam the aesthetics, maka dalam kasus Swedia yg-politis ditemukan di dalam praktik produksi-distribusi welfare.
Kembali kepada Indonesia, secara hipotetis yg-politis potensial bisa ditemukan pasca diintroduksinya satu platform "Negara Kesejahteraan Republik Indonesia" atau visi kenegaraan baru yang difungsikan sebagai haluan simbolik untuk menavigasi satu rangkaian gerak penetratif ke arah NKRI yang berkesejahteraan dan berkesetaraan.
Dengan tawaran ini, Indonesia yg buram dan stagnan tidak lagi cuma bisa dihayati dalam nuansa yg pesimistik, melainkan juga memungkinkan untuk difahami dalam kategorinya Ranciere, yakni yang berada dalam posisi migrasi.
Meminjam istilahnya Badiou, NKRI yang ditempatkan dalam posisi migrasi Rancierre ialah NKRI yang tengah berada di dalam keadaan menjadi; NKRI yg selalu berada dalam posisi in the making, dengan kita semua sebagai aktor-aktor yang telibat penuh dalam rekayasa perubahannya.
NKRI adalah something else is possible.
Iwa Inzagi