GESTALT PROBLEM dan MISSRECOGNITION | Logika Demistifikasi Tatanan Simbolik NKRI (2)

Gestalt Problem adalah satu konsep yang diajukan Lacan ketika berusaha menjelaskan satu problem identifikasi ego/diri yang dialami bayi (infant) saat berusia sekitar 18 bulan-an. Bagi Lacan, di usia inilah bayi meninggalkan fase pre-oedipal dan mulai memasuki fase cermin atau fase dimana bayi untuk pertama kalinya memasuki dan kemudian “berhasil” mengenali dirinya (I) dalam dunia simbolik/dunia bahasa. Ringkasnya, inilah fase pertama saat bayi mengenali ego/dirinya, dan persis di di dalam peristiwa inilah problem gestalt itu muncul.

TIGA REGISTRASI LACAN | Logika Demistifikasi Simbolik NKRI (1)

Tulisan ini pada dasarnya adalah bagian kecil dari segala upaya untuk membuka sekaligus melampaui deadlock dalam sistem simbolik Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ke arah tata penanda baru Negara kesejahteraan Republik Indonesia (NkRI). Pertanyaaan mengenai ‘mengapa perlu dilampaui’ sedikitnya sudah diungkap pada bagian latar belakang, yakni demi mengatasi stagnannya peranan negara dalam pemenuhan kesejahteraan warga.

NEGARA KESEJAHTERAAN REPUBLIK INDONESIA


Iwa Inzagi. Prasyarat Teoritis-Institusional Realisasi Negara Kesejahteraan Republik Indonesia. Program Studi Sosiologi Pembangunan, Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta, 2010.
ABSTRAK
Cakrawala penelitian ini berkutat di seputar pencarian prasyarat teoritis-institusional demi memungkinkan terealisasikannya cita-cita mengenai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang sekaligus sebagai Negara kesejahteraan Republik Indonesia (NkRI). Dengan demikian, apa yang dicoba diretas melalui penelitian ini ialah satu formasi penalaran baru mengenai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lebih berkesejahteraan, kali ini dengan bertopang pada konsep kesejahteraan (welfare) sebagai instrumen integrasinya.

Catatan EURO 2012: Kesuksesan Pria-Pria Rendah Hati

Joachim Loew (Pelatih Timnas Jerman)
Sebuah kebetulan yang aneh. Empat pelatih kesebelasan semifinalis semuanya figur low profile: Vicente del Bosque (Spanyol), si tua yang pernah didepak dari Real Madrid karena dianggap kurang berwibawa dalam menangani Pasukan Galaksi; Joachim Loew (Jerman), pria perlente yang tetap dipandang sekadar pengganti Juergen Klinsmann; Cesare Prandelli (Italia), yang tak pernah melatih klub berkelas “wah”; dan, apalagi Paulo Bento (Portugal), yang masih bau kencur.

Rio+20 dan Pembangunan Berkesinambungan

Jeffrey D. Sachs
Salah satu penerbitan ilmiah terkemuka di dunia, Nature, baru saja merilis rapor sekolah yang pedas menjelang dibukanya Konferensi Tingkat Tinggi Rio+20 mengenai pembangunan berkesinambungan. Nilai yang diberikan pada pelaksanaan ketiga traktat yang ditandatangani pada akhir KTT Bumi Rio pada 1992 adalah sebagai berikut: perubahan iklim F, keanekaragaman hayati F, dan upaya mengatasi desertifikasi F. Apakah umat manusia sebagai sang murid masih bisa mengelak dikeluarkan dari sekolah?

Kita sudah mengetahui setidak-tidaknya selama satu generasi bahwa dunia membutuhkan jalan menuju koreksi. Bukannya menggerakkan

Pemuda dalam Pandangan API


Meminjam Ranciere, pemuda adalah setiap mereka yang berada dalam posisi migrasi. Artinya ia adalah entitas yang selalu berada di tapal batas. Kehadirannya menentukan, ketiadaannya membuat pincang satu generasi.

Dalam kesejarahannya kaum muda adalah mereka yang mengutarakan cinta. Bermodal itu ia ucapkan kalimat-kalimat penolakan pada penjajahan, pada kerja paksa dan kesewenang-wenangan. Sumpah pemuda 1928 menjadi monumennya.

Pemuda adalah mereka yang bergelora. Semangatnya meluap melimpasi tanggul-tanggul tinggi yang tak mampu dilampaui kesadaran jamannya. Proklamasi kemerdekaan 1945 momennya.

Pangkal Korupsi

Saharudin Daming
Salah satu faktor penyebab meluasnya perilaku korup di Indonesia adalah mengguritanya perilaku kleptokrasi yang sudah membudaya. Kalangan eksekutif, legislatif, hingga yudikatif secara tidak terbatas, kini terkontaminasi pola pengabdian kleptokrasi (kesenangan mengambil/menerima penghasilan tambahan dengan cara yang tidak terhormat), misalnya upeti, uang lelah, biaya tambahan, suap, dan markup.

Inspirasi untuk Temen-Temen FPI

"Mike Tyson Jajal Kemampuan Akting di Panggung Broadway". Itulah judul berita Tempo Online Senin 18/06/2012. Jika Mike Tyson saja bisa mencari nafkah dengan benar, mengapa tidak dengan temen-temen FPI? Kembalilah pada jalan yang patut. Manusia adalah Speaking Being (mahluk bertutur) dan Thinking Being (mahluk berpikir). Janganlah rasa kebersamaan kita dirusak oleh tindakan-tindakan kekerasan. Kedepankan sikap mau berdialog dengan pikiran jernih yang berorientasi penuh pada kemaslahatan semua pihak.

Say no to vandalims! 


Keterangan Gambar:
Sutradara film Spike Lee (kanan) memperhatikan mantan juara kelas berat Mike Tyson menyanyi dalam konferensi pers debut Broadway Tyson berjudul "Mike Tyson: Undisputed Truth" di New York, Amerika Serikat, Senin (18/6) REUTERS/Keith Bedford

Peluruhan Demokrasi di Partai Golkar

Cover Album Rage Against the Machine
Hasrat Partai Golkar (PG) untuk menjadi partai modern agaknya mendapat tantangan cukup berat baru-baru ini. Percepatan agenda Rapat Pimpinan Nasional Khusus (Rapimnasus) dengan agenda tunggal pencapresan Aburizal Bakrie mengindikasikan kemunduran sangat serius di partai yang begitu dominan di masa Orba ini. Padahal, sejak memasuki era Reformasi –meskipun sempat dibayangi tuntutan pembubaran– Golkar dinilai cukup sukses melakukan penyesuaian diri dengan sistem demokrasi yang meniscayakan keterbukaan serta partisipasi penuh setiap orang dalam setiap

Tantangan Politik Nasional 2014. Catatan Robertus Robet & Heru Lelono

Dr. Robertus Robet
Setelah lebih dari satu dasawarsa, politik kita menyuguhkan kehidupan berdemokrasi yang relatif makin kokoh. Bukti kekokohan demokrasi itu bisa kita lihat secara unik yakni justru dari adanya aneka kritik dan desakan terhadap demokrasi itu sendiri. Hanya demokrasi, yang mengijinkan kritik total terhadap kehidupan politik di dalamnya. Makin terbuka ia terhadap kritik, maka ia akan terlembaga secara kuat. Di sini, demokrasi bekerja secara paradoksal: semakin segala pihak mengkritik dan menghantam politik demokrasi kini sebagai kurang pas, kurang ideal maka sesungguhnya ia makin menikmati demokrasi. Ia mungkin kurang sadar bahwa ia hanya dapat memproduksi kritik bertubi-tubi karena ada sistem politik yang menjamin adanya kekuasaan

Consumo Ergo Sum


Rocky Gerung
Pengajar filsafat Universitas Indonesia

Prof. Rocky Gerung
Sebuah kelompok arisan di Jakarta patungan membeli tas tangan Hermes buatan Prancis berharga seratusan juta rupiah. Lalu setiap anggota bergilir memakainya. Seorang politikus muda mondar-mandir di lounge sebuah hotel, berbalut Hugo Boss, jas mahal Jerman, tapi dengan merek yang masih menempel di lengannya.

Citra, status, dan konsumsi adalah produk kebudayaan massa. Ia menggoda selera, lalu memicu hasrat conspicuous consumption. Tapi suatu godaan aristokratik yang hendak dipuaskan secara instan sering hanya menghasilkan kegagapan sosial, plus kelucuan budaya.

Kelas menengah? Inilah "kelas" yang sangat menjengkelkan para pembaca Marx. Yaitu kelas yang sekadar tumbuh menempel pada tubuh kapitalisme, tapi tanpa kehendak "investasi"